|
|
___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____
DAFTAR ISI EDISI 438/JUNI/2009
- SALAM DARI REDAKSI: Kita Dituntut untuk Setia
- ARTIKEL 1: Kesetiaan Seorang Hamba
- ARTIKEL 2: Siapa yang Melayani Anak-Anak? Peranan Guru
- MUTIARA GURU
- BAHAN MENGAJAR: Marilah Kita Setia kepada Yesus
- WARNET PENA: Ilustrasi-Ilustrasi Mengenai Kesetiaan dalam
SABDA Alkitab
______________________________________________________________________
Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke redaksi:
<binaanak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org>
______________________________________________________________________
SALAM DARI REDAKSI
KITA DITUNTUT UNTUK SETIA
Shalom,
Kesetiaan merupakan suatu hal yang dituntut dalam sebuah relasi,
baik itu relasi sebagai suami istri, keluarga, bisnis, politik,
organisasi, dan sebagainya. Ya, kesetiaan merupakan hal yang penting
dalam sebuah relasi karena hal tersebut merupakan keteguhan hati,
ketetapan hati, ketaatan, dan kepatuhan dari siapa saja yang
terlibat dalam sebuah relasi.
Seorang pelayan anak pun dituntut untuk menjadi hamba Tuhan yang
setia, yang berarti memiliki keteguhan hati, ketaatan, dan kepatuhan
kepada Allah yang telah mengembankan pelayanan kepadanya. Dalam
pelayanan, tentu saja ada banyak rintangan, tantangan, atau hambatan
yang menguji kesetiaan kita, namun ingatlah selalu, bahwa Yesus
sudah terlebih dahulu memberikan teladan kesetiaan kepada kita. Dia
setia menjalankan visi Allah dalam hidup-Nya, bahkan sampai harus
mati di kayu salib demi dunia ini. Melalui artikel pertama edisi
ini, Anda dapat belajar lebih dalam lagi mengenai arti kesetiaan
seorang hamba. Sedang, artikel kedua akan semakin mendorong Anda
untuk menjadi pelayan anak yang setia menjalankan peran-peran Anda
dalam pelayanan.
Kiranya seluruh sajian dalam edisi terakhir bulan Juni ini menjadi
berkat bagi kita semua dan biarlah kita semakin bertumbuh sebagai
pelayan anak yang serupa dengan Kristus.
Pimpinan Redaksi e-BinaAnak,
Davida Welni Dana
http://www.sabda.org/publikasi/arsip/e-binaanak/
http://pepak.sabda.org/
"Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang,
supaya aku dituntun dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus
dan ke tempat kediaman-Mu!" (Mazmur 43:3)
< http://sabdaweb.sabda.org/?p=Mazmur+43:3 >
______________________________________________________________________
ARTIKEL 1
KESETIAAN SEORANG HAMBA
Dalam bukunya, "The Christian Mind", Harry Blamires menulis sesuatu
yang menarik tentang kesetiaan. Menurutnya, kesetiaan adalah "suatu
kebajikan yang palsu yang sering dimanfaatkan untuk menutup-nutupi
kegiatan yang tidak bermoral". Selanjutnya, ia mengemukakan bahwa
kesetiaan itu dapat dikatakan buruk, dalam arti bahwa jika sesuatu
kegiatan dibela atas dasar semata-mata kesetiaan saja, maka
pembelaan itu sekali-kali tidak memunyai dasar rasional. Dengan kata
lain, kesetiaan seperti yang sering kita jumpai, sekali-kali bukan
suatu kebajikan Kristen.
Apabila orang-orang menuntut sesuatu atas dasar kesetiaan, maka
jelas bahwa apa yang dituntut itu adalah bertentangan dengan
prinsip-prinsip etika: setia kepada perusahaan meskipun tahu bahwa
perusahaan itu melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan; setia kepada kawan supaya kawan jangan
mendapat malu; setia kepada negara meskipun itu berarti terlibat
dalam suatu manipulasi yang rendah dalam dunia internasional; setia
kepada bangsa meskipun itu berarti menindas bangsa-bangsa lain dan
bertentangan dengan perintah Allah untuk mengasihi. Integritas
adalah suatu kebajikan Kristen, tapi kesetiaan yang buta sekali-kali
bukan.
Masalah ini istimewa dan menarik perhatian seseorang yang tinggal di
Jepang. Di sana, kesetiaan itu disanjung secara berlebih-lebihan
sebagai suatu kebajikan. Sejarah dan literatur penuh dengan
kisah-kisah tentang kesetiaan sampai mati terhadap tuannya, meskipun
kegunaannya tak bisa dipetiknya, sebab ia sudah telanjur mati.
Bagi orang luar, hal ini mengagumkan dan serentak agak tolol
nampaknya. Tapi bagi orang Kristen yang berpikir lebih mendalam,
kesetiaan semacam itu mirip suatu penyembahan kepada berhala. Tidak
wajar bahwa manusia yang satu rela bunuh diri atau membunuh orang
lain melulu berdasarkan kesetiaan kepada seorang manusia. Bagi
pemikiran Kristen, kesetiaan itu baru suatu kebajikan kalau
dihubungkan dengan pengabdian kepada Allah, dan kata-kata yang
dipakai untuk menyatakannya ialah biasanya kata-kata seperti
kebaktian, pemuliaan, dan ketaatan.
Menurut Harry Blamires, yang bukunya tadi disinggung, kesetiaan
kepada seseorang, kepada partai, kepada negara, dan kepada suatu
perjuangan tergantung dari pertanyaan apakah orang, partai, negara
atau perjuangan itu berada dalam kebenaran pada saat kesetiaan itu
dituntut. Apabila berada dalam kebenaran, maka kesetiaan itu tidak
perlu lagi dituntut karena sudah semestinya. Tapi apabila kita
berbicara tentang Allah, maka kita sadar bahwa Dia bukan sekadar
benar dan baik, melainkan benar dan baik secara mutlak. Boleh jadi
kita sewaktu-waktu mengalami cobaan dalam kesetiaan kita kepada
Allah. Namun, pergumulan tersebut akan membawa kita pada sikap
percaya dan mengandalkan Allah atau tidak. Pada akhirnya, kesetiaan
itu akan merupakan ungkapan positif dari kepercayaan dan sikap
mengandalkan Allah.
Kesetiaan Yesus ditantang oleh Iblis pada mulanya, tatkala Iblis
menawarkan suatu jalan keluar yang mudah sekali untuk menghindari
kematian di kayu salib: "jika Engkau sujud menyembah aku" (Mat.
4:9-10). Tuhan menjawab, "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis:
Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah
engkau berbakti!" (Kata Yunani di sini ialah "latreuo", artinya
kebaktian agamawi.) Tapi kesetiaan Yesus nyata juga dalam
kehidupan-Nya sehari-hari: "Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan
kepada-Nya" (yang dimaksud Sang Bapa, Yoh. 8:29). Puncak kesetiaan
Yesus ialah seperti yang dinyatakan-Nya dalam kata-kata-Nya di Taman
Getsemani, "Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang
terjadi." (Luk 22:42)
Tantangan akan kesetiaan kepada Allah ini secara gamblang dihadapkan
kepada orang Kristen: "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua
tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan
mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan
tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah
dan kepada Mamon" (Mat. 6:24). Di sini jelas kita lihat bahwa
seseorang tak mungkin menjadi hamba kepada dua tuan. Hal ini lebih
nyata lagi dalam Lukas 16:13, di mana kata untuk "pelayan" ialah
kata yang dipakai untuk "pelayan rumah tangga"; seseorang tak
mungkin melayani dua rumah tangga pada saat yang bersamaan. Itulah
masalahnya: apakah saya mutlak milik Tuhan dan rumah tangga-Nya atau
tidak?
Hal ini dilihat dengan jelas oleh perwira itu: "Jika aku berkata ...
kepada hambaku, kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya" (Mat.
8:9). Ia mengerti bahwa Yesus berdaulat atas segala hal. Apabila
Yesus adalah Tuhan, maka saya harus mengakui kedaulatan-Nya secara
mutlak. Keadaan saya tidak mengizinkan saya untuk memilih ini atau
itu, memisahkan mana yang saya suka turuti dan mana tidak. Dari diri
saya diminta suatu kesetiaan tanpa syarat terhadap perintah-perintah
Yesus.
Tentu akan sering terjadi bahwa kita dihadapkan kepada konflik
antara kesetiaan kita kepada keluarga sendiri dan kesetiaan kepada
Kristus (Mat. 10:34-39). Dalam hal ini tentu tak ada keragu-raguan
mana yang harus didahulukan. Ia memiliki prioritas yang tertinggi di
atas sekalian handai tolan dan orang-orang yang kita kasihi. Pada
dasarnya, jika kita mengasihi mereka, kita juga menyenangkan hati
Tuhan, tapi ada kesempatan-kesempatan di mana kita harus menghadapi
konflik, teristimewa kalau mereka yang kita kasihi itu bukan orang
Kristen. Kita mungkin menghadapi konflik dalam hal kawin atau tidak
dengan seorang penganut agama lain, dalam hal penggunaan hal libur,
uang, dan sebagainya.
Konflik ini timbul juga dalam hubungan-hubungan yang lain. Apakah
akan menonton pertandingan bola atau pergi ke gereja, apakah akan
menggunakan waktu kebaktian untuk belajar menjelang ujian? Mana yang
harus diutamakan? Pilihan itu mungkin antara giat secara aktif dalam
gerakan mahasiswa Kristen atau pergi berpacaran, menghadiri malam
penelaahan Alkitab atau pergi menikmati permainan musik grup luar
negeri. Kristus menuntut prioritas atas segala hal. Pilihan antara
yang baik dan yang lebih baik, adalah lebih sukar daripada pilihan
antara yang baik dan yang buruk.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Ambillah Aku Melayani Engkau
Judul bab: Pertuanan atau Perhambaan?
Penulis: Michael Griffiths
Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta 1981
Halaman: 34 -- 36
______________________________________________________________________
ARTIKEL 2
Seorang guru sekolah minggu yang berkomitmen untuk setia dalam
mengemban tugas pelayanannya, seperti Yesus setia dalam menjalankan
penggenapan rencana Allah dalam dunia ini, harus mengetahui
peranannya dalam pelayanan anak. Berikut ini artikel mengenai peran
guru sebagai seorang pelayan anak. Kiranya menjadi motivasi bagi
kita semua untuk lebih setia lagi dalam menjalankan pelayanan yang
telah Tuhan percayakan.
SIAPA YANG MELAYANI ANAK-ANAK? PERANAN GURU
Bayangkan sensasi penemuan yang dirasakan oleh Christopher Columbus
ketika untuk pertama kalinya dia melihat "dunia baru". Hatinya pasti
akan lebih tergetar bila penduduk asli Amerikalah yang datang ke
Spanyol, mengajaknya naik ke perahu mereka, dan membawanya ke pantai
mereka sendiri, memberikannya cerita yang tiada habisnya mengenai
segala sesuatu yang dilihatnya untuk pertama kali tersebut.
Sederhananya, itulah peranan guru -- dia adalah kompas (penunjuk
arah), peta, angin, arus, dan kapal. Guru memampukan murid untuk
bisa belajar.
Ingatkah ketika Yesus mengajar para pengikut-Nya -- menceritakan
perumpamaan kepada mereka dan menuntun mereka kepada arti di balik
simbol-simbol itu? Dia mengajar dengan menggunakan cerita-cerita,
percakapan yang diarahkan, dan kegiatan-kegiatan belajar. Guru dari
segala guru itu menyediakan semua sumber dan tuntunan yang
diperlukan oleh murid-murid-Nya untuk menemukan kebenaran-kebenaran
dalam pengajaran-Nya.
Kita mulai melihat peranan guru dengan terlebih dahulu menjawab
pertanyaan ini: Apakah yang dilakukan guru untuk memenuhi peranannya
sebagai orang yang memampukan?
Langkah pertama seorang guru adalah mengenal muridnya. Untuk bisa
mengajar dengan efektif, guru harus tahu bagaimana murid-muridnya
memproses informasi. Ketika kebutuhan dan kemampuan kelompok murid
dipahami, guru dapat memilih tujuan pelajaran dan metode yang paling
tepat dan materi-materi mana yang bisa diajarkan kepada mereka.
Bila tujuan pelajaran, metode mengajar, dan bahan-bahan semuanya
sesuai dengan kebutuhan mental, fisik, emosional, sosial dan
spiritual, serta sifat-sifat murid, maka satu bagian penting dari
tugas guru sudah dikerjakan sebelum pintu ruang kelas dibuka. Siap
dan menunggu, guru bisa masuk ke aspek yang paling penting dari
peranannya ketika murid pertama masuk ke ruang kelas.
"Halo, Mark -- saya senang kau bisa datang. Apakah kakekmu sudah
sembuh? Apakah kamu sudah menerima kartu ucapan ulang tahun yang aku
kirimkan untukmu? Ada namamu di atas gantungan mantelmu. Ayo
ceritakan, apa yang kamu lakukan minggu ini?"
Ada kebenaran dari pepatah yang mengatakan bahwa murid-murid tidak
peduli pada apa yang Anda ketahui hingga mereka tahu bahwa Anda
peduli. Ketika seorang dewasa yang taat menjalin relasi yang penuh
perhatian dengan seorang anak, dia sudah memiliki alat pengajaran
yang paling utama. Bila ditanya, sebagian besar orang Kristen
mungkin tidak bisa mengingat dari siapakah mereka untuk pertama
kalinya mendengar ajaran Kristus tentang kasih, namun sebagian besar
dari mereka akan tersenyum teringat pada para guru yang mengajarkan
kata-kata itu!
Guru yang tidak hanya mengasihi, tetapi juga bijaksana menolak
godaan untuk memberikan pendampingan yang berlebihan kepada
murid-muridnya. Ketika seorang murid terus-menerus mengerjakan
tugasnya sesuai dengan caranya sendiri, murid itu seharusnya tetap
diizinkan untuk mengerjakannya. Tujuan dari kegiatan melukis yang
dilakukan oleh anak-anak bukanlah supaya anak tersebut menghasilkan
suatu karya besar, namun supaya anak-anak tersebut menikmati garis,
warna, dan kreativitas. Tujuan dari pelajaran sekolah minggu bukan
supaya anak tidak sendirian sebelum orang tua mereka datang, tetapi
supaya memahami suatu konsep yang bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Tugas seorang guru sering kali hilang di antara tugas menggunting
gambar untuk ditempel di flanel, menuang jus, dan kemudian
membersihkan sisa-sisanya. Tugas yang hilang itu adalah tidak
melakukan hal-hal semacam itu untuk sejenak dan mendapatkan
perspektif keseluruhan tujuan. Bila tujuan guru adalah untuk membawa
murid-muridnya kepada hubungan dengan Tuhan yang terus terjalin dan
memotivasi mereka untuk melayani Dia dan sesama mereka, maka tujuan
itu harus terus selalu diutamakan dalam pikiran guru. Bila anak-anak
sudah cukup usia dan cukup dewasa, mereka dapat diizinkan untuk
saling melayani memberikan jus dan kue. Ini mungkin memerlukan lebih
banyak waktu dan handuk dibandingkan bila dilakukan sendiri oleh
guru, namun cara itu dapat membuat anak-anak bisa mengalami apa yang
para murid Yesus alami ketika Yesus membasuh kaki mereka dan
mendorong mereka untuk saling melayani?
Tugas lain dari seorang guru adalah membatasi ukuran kelas. Kita
tidak tahu berapa jumlah orang yang mendengarkan Yesus ketika Dia
berada di antara banyak orang, tetapi kita tahu Dia menghabiskan
sebagian besar waktunya dengan dua belas murid. Untuk murid tingkat
dewasa, satu guru untuk dua belas murid adalah perbandingan yang
tepat. Namun, untuk murid yang lebih muda, lebih sedikit jumlah
muridnya lebih baik untuk ditangani oleh satu orang guru. Guru yang
berpengalaman dalam berbagai tingkat kelas seharusnya
mengikutsertakan guru baru di kelas kecil. Dengan demikian, para
guru muda bisa mengamati guru yang sudah berpengalaman dalam
mengajar sebelum mereka mengajar di kelas mereka sendiri.
Bila jumlah murid yang terlalu banyak ditangani oleh satu guru, maka
tidaklah mungkin untuk memberikan perhatian kepada setiap anak
sesuai yang mereka inginkan. Setiap murid seharusnya disapa dengan
hangat, dimotivasi, dan diberi dukungan semangat dalam setiap usaha
mereka, dipuji atas keberhasilannya, dan diperlakukan dengan cara
menunjukkan pemahaman yang simpatik terhadap keunikan sifat dan
kebutuhan anak. Guru yang peka, yang mengajar di kelas kecil akan
belajar apa yang bisa diharapkan dari setiap anak dan mungkin
mengenali anak yang menunjukkan sifat-sifat yang tidak biasa di
antara teman-teman sebayanya.
Untuk bisa menjadi orang yang memampukan, guru harus memahami
kemampuan setiap murid dan menempatkan tujuan di dalam jangkauan
anak. Dengan setiap tujuan yang tercapai, guru mendorong murid
sedikit lebih maju menuju tujuan utama. Namun, guru yang peka akan
memerhatikan kemampuan individu dan tidak membandingkan usaha-usaha
anak yang satu dengan yang lainnya. Setiap murid bisa saja
membutuhkan ukuran pendampingan yang berbeda, tetapi seharusnya
tidak ada yang menerima lebih dari yang mereka butuhkan.
Berikut beberapa contoh yang bisa guru gunakan untuk memampukan
murid-murid mereka menemukan kebenaran Alkitab dan menerapkannya
dalam kehidupan mereka:
"Dalam kamus Alkitab ini kamu akan menemukan jawaban atas
pertanyaanmu tentang berhala. Cari saja dalam daftar kata-kata
yang berawalan huruf `b`. Ketika kita mempelajari kata itu,
maukah kamu menjelaskannya kepada kita?"
"Tuhan menciptakan setiap kita istimewa. Gunakan cap dan kertas
ini untuk membuat cap ibu jari dari setiap kelompok kalian.
Gunakan kaca pembesar untuk memeriksanya. Ceritakan apa yang
kalian temukan?"
"Cerita Alkitab yang kita hari ini adalah tentang bagaimana Daud
berbuat baik kepada temannya. Tunjukkan bahwa kamu tahu bagaimana
menjadi penolong yang baik. Ini ada kain untuk membersihkan meja
kita."
Mengajar tentang Tuhan kepada anak-anak bukanlah tugas yang diterima
dengan enggan sebagai kewajiban atau kepercayaan yang diberikan
begitu saja. Sebaliknya, Alkitab mengingatkan bahwa para guru akan
menerima penghakiman yang lebih berat daripada yang lainnya (Yakobus
3:1) dan bahwa kilangan batu menunggu orang yang menyebabkan seorang
anak tersandung dan jatuh ke dalam dosa (Matius 18:6).
Mengajar adalah hak istimewa dan tanggung jawab yang diberikan
kepada mereka yang mau bekerja keras serta setia melakukan panggilan
yang kuat dan status yang rendah. Ini mungkin pekerjaan yang paling
penting di gereja, namun yang paling sedikit dihargai. Ironisnya,
para guru yang setia mengajar anak-anak ini memiliki dampak yang
lebih tahan lama, tetapi memiliki status yang lebih rendah daripada
mereka yang mengajar orang dewasa. Di atas semuanya itu, para guru
perlu dan berhak mendapatkan dorongan dan dukungan semangat.
"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus
...," demikian kata-kata yang ditujukan kepada gereja Ibrani,
"supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa." (Ibrani 12:2-3)
(t/Ratri)
Diterjemahkan dari:
Judul buku: The Complete Handbook for Children`s Ministry
Judul asli artikel: The Role of the Teacher
Penulis: Dr. Robert J. Choun dan Dr. Michael S. Lawson
Penerbit: Thomas Nelson Publishers, Nashville 1993
Halaman: 34 -- 37
______________________________________________________________________
MUTIARA GURU
Allah meminta kita untuk setia, seperti Dia tetap setia.
______________________________________________________________________
BAHAN MENGAJAR
MARILAH KITA SETIA KEPADA YESUS
Persiapan:
Sebagai pusat perhatian, letakkan sebuah gambar Yesus yang besar
pada meja di bagian depan ruangan. Hiasi bingkai gambar itu dengan
kain yang berwarna cerah.
Nyanyian bersama:
Pilih lagu-lagu rohani Kristen yang bertema kesetiaan.
Renungan:
Beberapa saat yang lalu, kita merenungkan apa yang Yesus lakukan
bagi kita di kayu salib dan bagaimana Dia bangkit kembali. Pagi ini
kita akan merenungkan kesetiaan kita kepada Yesus.
Tidaklah baik untuk merasa malu akan teman-teman kita atau tidak
menolong mereka terutama dalam hal seorang Teman seperti Yesus.
Salah seorang murid menjadi takut ketika dia mendengar bahwa Yesus
akan disalib. Dia takut bahwa dia juga akan disalib. Karenanya, dia
berkata, "Aku tidak kenal Yesus. Aku bukan teman-Nya." Kemudian dia
memikirkan besarnya kasih Yesus kepadanya. Dia menyesal dan malu
akan dirinya sendiri. Tahukah kalian siapa dia? (Petrus). Sejak saat
itu, Petrus selalu setia pada Yesus. Dia tidak pernah takut dan malu
untuk memihak kepada Yesus.
Seorang murid lainnya tidak setia kepada Yesus. Dia mengkhianati dan
menjual Yesus kepada musuh-musuh-Nya seharga tiga puluh keping
perak. Dalam Alkitab, tidak disebutkan dia pernah meminta
pengampunan atas perbuatannya tersebut. Tahukah kalian, siapa dia?
(Yudas).
Kebanyakan dari pengikut Yesus setia kepada-Nya. Yohanes, Yakobus,
Paulus, Silas, Barnabas, dan Timotius adalah beberapa di antara
mereka. Masih ada banyak yang lain. Mereka semua akan memakai
mahkota kemuliaan surga.
Setia kepada Yesus berarti bahwa kita tidak boleh malu untuk memihak
kepada-Nya. Kita harus datang ke sekolah minggu dan gereja dengan
setia. Janganlah membiarkan sesuatu pun menghalangi kita untuk
datang ke rumah Allah. Kita harus terus membaca Alkitab dan berdoa
serta berusaha membawa orang untuk mengenal Yesus juga.
Doa penutup:
Mintalah anak-anak memikirkan orang-orang yang telah setia kepada
Yesus sepanjang masa. Doronglah mereka untuk memohon kepada Yesus
semangat untuk selalu setia pada-Nya. Pimpin mereka dalam doa.
Diambil dan disesuaikan dari:
Judul buku: Buku Pintar Sekolah Minggu Jilid 2
Penyusun: Badan Pembina DSM Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah
Penerbit: BPK Gandum Mas, Malang 1996
Halaman: 42
______________________________________________________________________
o/ WARNET PENA o/
ILUSTRASI-ILUSTRASI MENGENAI KESETIAAN DALAM SABDA ALKITAB
http://alkitab.sabda.org/illustration.php
Berikut ini beberapa renungan yang dapat Anda jadikan ilustrasi dan
referensi untuk menyusun bahan pelajaran mengenai kesetiaan.
Renungan-renungan tersebut sekaligus dapat menjadi kekuatan bagi
Anda untuk belajar mengenai kesetiaan Allah dan bagaimana kita juga
harus memiliki karakter setia dalam hidup kita.
1. Kesetiaan Allah
http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=3841
2. Allah itu Setia
http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=652
3. Tuntutan Kesetiaan
http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=1323
4. Perasaan dan Kesetiaan
http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=2307
5. Ujian Kesetiaan
http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=1115
Oleh: Davida (Redaksi)
______________________________________________________________________
Pemimpin Redaksi: Davida Welni Dana
Staf Redaksi: Kristina Dwi Lestari dan Tatik Wahyuningsih
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) e-BinaAnak 2009 -- YLSA
http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://pepak.sabda.org/
Bergabunglah dalam Network Anak di Situs In-Christ.Net:
http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_anak
Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org
______________PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU_______________ 
Untuk berlangganan kirim e-mail ke: subscribe-i-kan-BinaAnak hub.xc.org
Untuk berhenti kirim e-mail ke: unsubscribe-i-kan-BinaAnak hub.xc.org
Untuk arsip: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://www.sabda.org/pepak/
|
|